Al-Qur'an

Sabtu, 23 Juli 2011

Salamah Bin Al-Akwa’

Puteranya Iyas ingin menyimpulkan keutamaan bapaknya dalam suatu kalimat singkat, katanya: “Bapakku tak pernah berdusta!” Memang, untuk mendapatkan kedudukan tinggi di antara orang-orang shaleh dan budiman, cukuplah bagi seseorang dengan memiliki sifat-sifat ini! Dan Salamah bin al-Akwa’ telah memilikinya, suatu hal yang memang wajar baginya.

Salamah salah seorang pemanah bangsa Arab yang terkemuka, juga terbilang tokoh yang berani, dermawan dan gemar berbuat kebajikan. Dan ketika ia menyerahkan dirinya menganut Agama Islam, diserahkannya secara benar dan sepenuh hati, hingga ditempalah oleh Agama itu sesuai dengan coraknya yang agung. Salamah bin al-Akwa’ termasuk pula tokoh-tokoh Bai’atur Ridwan.
Ketika pada tahun 6 H. Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersama para shahabat berangkat dari Madinah dengan maksud hendak berziarah ke Ka’bah, tetapi dihalangi oleh orang-orang Quraisy, maka Rasulullah mengutus Utsman bin Affan untuk menyampaikan kepada mereka bahwa tujuan kunjungannya hanyalah untuk berziarah dan sekali-kali bukan untuk berperang.
Sementara menunggu kembalinya Utsman, tersiar berita bahwa ia telah dibunuh oleh orang-orang Quraisy. Rasulullah lalu duduk di bawah naungan sebatang pohon menerima bai’at sehidup semati dari shahabatnya seorang demi seorang.
Berceritalah Salamah: “Aku mengangkat bai’at kepada Rasulullah di bawah pohon, dengan pernyataan menyerahkan jiwa ragaku untuk Islam, lain aku mundur dari tempat itu. Tatkala mereka tidak berapa banyak lagi, Rasulullah bertanya: “Hai Salamah, kenapa kamu tidak ikut bai’at?” “Aku telah bai’at, wahai Rasulullah!” ujarku. “Ulanglah kembali!” titah Nabi. Maka kuucapkanlah bai’at itu kembali.”
Dan Salaman teiah memenuhi isi bai’at itu sebaik-baiknya. Bahkan sebelum diikrarkannya, yakni semenjak ia mengucapkan “Asyhadu alla ilaha illallah, wa-asyhadu anna Muhammadar RasululIah”, maksud bai’at itu telah dilaksanakan.
Kata Salamah: “Aku berperang bersama Rasulullah sebanyak tujuh kali, dan bersama Zaid bin Haritsah sebanyak sembilan kali”.
Salamah terkenal sebagai tokoh paling mahir dalam peperangan jalan kaki,dan dalam memanah serta melemparkan tombak dan lembing. Siasat yang dijalankannya serupa dengan perang gerilya, yang kita jumpai sekarang ini. Jika musuh datang menyerang, ia menarik pasukannya mundur kebelakang. Tetapi bila mereka kembali atau berhenti untuk beristirahat, maka diserangnya mereka tanpa ampun.
Dengan siasat seperti ini ia mampu seorang diri menghalau tentara yang menyerang luar kota Madinah di bawah pimpinan Uyainah bin Hishan aI-Fizari dalam suatu peperangan yang disebut perang Dzi Qarad. Ia pergi membuntuti mereka seorang diri, lain memerangi dan menghalau mereka dari Madinah, hingga akhirnya datanglah Nabi membawa bala bantuan yang terdiri dari shahabat-shahabatnya.
Pada hari itulah Rasulullah menyatakan kepada para shahabatnya: “Tokoh pasukan jalan kaki kita yang terbaik ialah Salamah bin al-Akwa’.”
Tidak pernah Salamah berhati kesal dan merasa kecewa kecuali ketika tewas saudaranya yang bernama ‘Amir bin al-Akwa’ di perang Khaibar. Ketika itu ‘Amir mengucapkan pantun dengan suara keras di hadapan tentara Islam, katanya: “Kalau tidak karena-Mu tidaklah kami akan dapat hidayat, tidak akan shalat, dan tidak pula akan berzakat. Maka turunkanlah ketetapan ke dalam hati kami. Dan dalam berperang nanti, teguhkanlah kaki-kaki kami”.
Dalam peperangan itu ‘Amir memukulkan pedangnya kepada salah seorang musyrik. Tetapi rupanya pedang yang digenggam-nya hulunya itu melantur dan terbalik hingga menghujam pada ubun-ubunnya yang menyebabkan kematiannya. Beberapa orang Islam berkata: “Kasihan ‘Amir. Ia terhalang mendapatkan mati syahid.”
Maka pada waktu itu, — ya, hanya sekali itulah, tidak lebih — Salamah merasa amat kecewa sekali. Ia menyangka sebagai sangkaan shahabat-shahabatnya bahwa saudaranya ‘Amir itu tidak mendapatkan pahala berjihad dan sebutan mati syahid, disebabkan ia telah bunuh diri tanpa sengaja.
Tetapi Rasul yang pengasih itu, segera mendudukkan perkara pada tempat yang sebenarnya, yakni ketika Salamah datang kepadanya bertanya: “Wahai Rasulullah, betulkah pahala ‘Amir itu gugur ?” Maka jawab Rasulullah saw.: “Ia gugur bagai pejuang. Bahkan mendapat dua macam pahala. Dan sekarang ia sedang berenang di sungai-sungai surga.”
Kedermawanan Salamah telah cukup terkenal, tetapi ada hal yang luar biasa. Hingga ia akan mengabulkan permintaan orang termasuk jiwanya apabila permintaan itu atas nama Allah. Hal ini rupanya diketahui oleh orang-orang itu. Maka jika seseorang ingin tuntutannya berhasil, ia akan mengatakan kepadanya: “Kuminta pada anda atas nama Allah.” Mengenai ini Salamah pernah berkata: “Jika bukan atas nama Allah, atas nama siapa lagi kita akan memberi.”
Sewaktu Utsman radhiallaahu anhu dibunuh orang, pejuang yang perkasa ini merasa bahwa api fitnah telah menyulut Kaum Muslimin, ia seorang yang telah menghabiskan usianya selama ini berjuang bahu-membahu dengan saudara seagamanya, tak sudi berperang menghadapi saudara seagamanya.
Benar, seorang tokoh yang telah mendapat pujian dari Rasulullah tentang keahliannya dalam memerangi orang-orang musyrik, tidaklah pada tempatnya ia menggunakan keahliannya itu dalam memerangi atau membunuh orang-orang Mu’min. Itulah sebabnya ia mengemasi barang-barangnya lalu meninggalkan Madinah berangkat menuju Rabdzah, yaitu kampung yang dipilih oleh Abu Dzar dulu sebagai tempat hijrah dan pemukiman barunya.
Maka di Rabdzah inilah Salamah melanjutkan sisa hidupnya, pada suatu hari di tahun 74 H., hatinya merasa rindu berkunjung ke Madinah. Maka berangkatlah ia untuk memenuhi kerinduannya itu. Ia tinggal di Madinah satu dua hari dan pada hari ketiga ia pun wafat. Demikianlah, rupanya tanahnya yang tercinta dan lembut empuk itu memanggil puteranya ini untuk merangkulnya ke dalam pelukannya dan memberikan ruangan baginya di lingkungan shahabat-shahabatnya yang beroleh berkah bersama para syuhada yang shaleh.
Popularity: 2% [?]

Selasa, 19 Juli 2011

batasan berjilbab

Para ulama sepakat tentang pensyariatan cadar yang menutup wajah seorang muslimah ketika berada di luar rumah atau berhadapan dengan laki-laki yang bukan mahram (bukan muhrim, karena muhrim berarti orang yang berihram). Mereka hanya berbeda pendapat tentang hukumnya, wajib atau sunnah. Kesimpulannya, bercadar lebih baik daripada yang tidak, karena lebih menutupi keindahan dan perhiasan wanita. Sebagian ulama diantaranya Syekh Muhammad Nashiruddin al-Albani –rohimahulloh– memberikan batasan standar berjilbab yang tidak menyelisihi syariat. Di antara batasan tersebut adalah:
1. Pakaian muslimah itu harus menutup seluruh badannya, kecuali wajah dan kedua telapak tangan-menurut beliau-  (lihat al-Ahzab: 59 dan an-Nuur: 31).Selain keduanya, seperti leher dan lain-lain, maka tidak boleh ditampakkan walaupun cuma sebesar uang logam, apalagi malah buka-bukaan. Bahkan banyak ulama lain mewajibkan untuk ditutupi seluruhnya tanpa kecuali.
2. Bukan busana perhiasan yang justru menarik perhatian. Seperti jilbab yang banyak dihiasi dengan gambar bunga apalagi yang warna-warni, atau disertai gambar makhluk bernyawa atau hiasan lainnya seperti bordiran yang mencolok dan menarik orang lain untuk melihatnya.
3. Harus longgar, tidak ketat, tidak tipis dan tidak sempit yang mengakibatkan lekuk-lekuk tubuhnya tampak atau transparan. Ini berlaku bagi yang bercadar atau hanya berjilbab tanpa cadar. Cermatilah, dari sini kita bisa menilai apakah jilbab gaul yang tipis dan ketat yang banyak dikenakan para mahasiswi, pelajar maupun ibu-ibu di sekitar kita yang mencontoh para artis, itu jelas tidak sesuai syariat.
4. Tidak diberi wangi-wangian atau parfum, karena dapat memancing syahwat lelaki yang mencium keharumannya. Nabi –shollallohu ‘alaihi wa sallam– bersabda, “Jika salah seorang wanita diantara kalian hendak ke masjid, maka janganlah sekali-kali dia memakai wewangian.”(Riwayat Muslim).
5. Tidak menyerupai pakaian laki-laki, seperti memakai celana panjang, kaos oblong dan semacamnya, karena Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. (Riwayat Bukhari)
6. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir. Nabi senantiasa memerintahkan kita untuk menyelisihi mereka di antaranya dalam masalah pakaian yang menjadi ciri mereka.
7. Bukan untuk mencari popularitas. Untuk itu, setiap kali kita berpakaian maka lihat kembali niatnya, apakah kita berpakaian agar terkenal atau mencari popularitas dan pujian orang?
Dengan demikian jelaslah bahwa seorang yang bercadar minimal mengenakan pakaian yang menutupi lekak-lekuk tubuhnya dan bila berkerudung sampai betis pun tidak termasuk ghuluw (berlebihan), karena semakin tertutup semakin baik. Lihatlah keterangan Ummu Salamah –rodhiyallohu ‘anha– ketika mendengar sabda Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam–,
« مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ لَمْ يَنْظُرِ اللَّهُ إِلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ».فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ فَكَيْفَ يَصْنَعْنَ النِّسَاءُ بِذُيُولِهِنَّ قَالَ « يُرْخِينَ شِبْرًا ». فَقَالَتْ إِذًا تَنْكَشِفَ أَقْدَامُهُنَّ. قَالَ « فَيُرْخِينَهُ ذِرَاعًا لاَ يَزِدْنَ عَلَيْهِ ».
“Siapa yang memanjangkan pakaiannya secara sombong (melebihi mata kaki), maka Allah tidak melihat kepadanya pada hari kiamat.”
Ummu Salamah bertanya, “Bagaimana dengan para wanita yang membuat bagian belakang bajunya lebih panjang (seperti berekor)?” Maka Rasulullah –shollallohu ‘alaihi wa sallam– menjawab, “Ulurkan sejengkal.”
Ummu Salamah pun bertanya lagi, “Kalau begitu akan tampak telapak-telapak kaki mereka?” Maka Nabi bersabda, “Ulurkan satu hasta dan jangan lebih!”
Di sini jelas, panjang pakaian wanita baik kerudung maupun bajunya sampai menutupi seluruh telapak kakinya belum dikatakan berlebihan, apalagi hanya sebetis.
Sepanjang pengetahuan saya, belum diketahui adanya keutamaan khusus memakai kerudung yang besar sampai sebetis, namun semakin tertutup semakin baik bagi wanita muslimah.Wallahu A’lam

Minggu, 03 Juli 2011

Hiu Air Tawar Papua yang Mencengangkan



 Lebih dari 1.000 spesies ditemukan dalam penelitian di Papua dan Papua Nugini selama tahun 1998-2008. Satu yang paling mencengangkan adalah penemuan hiu air tawar yang diberi nama ilmiah Glyphis garricki. Jenis baru ikan hiu tersebut ditemukan pada tahun 2008 oleh pakar ikan asal Selandia Baru, Jack Garrick.
Saat itu, Garrick menemukan 2 individu yang baru lahir di wilayah Port Romilly, Gulf District, Papua Nugini. Laporan WWF yang dipublikasikan tahun ini menyebutkan, hiu air tawar banyak ditemukan di sungai-sungai besar Asia seperti Gangga.
Glyphis garricki ialah satu dari 6 spesies dalam genus Glyphis yang dideskripsikan. Sejak saat penemuannya hingga kini, hanya 16 individu hiu air tawar yang ditemukan di rentang wilayah Papua hingga Australia.
Spesimen terbesar dinamakan Northern River Shark, berukuran panjang 2,5 meter. Sedikitnya individu yang ditemukan membuat Glyphis garricki tergolong langka. International Union for Conservation of Nature (IUCN) memasukkan ikan ini dalam kategori "Terancam" di Daftar Merahnya.
Ikan hiu air tawar hanyalah satu dari 71 spesies ikan yang ditemukan di Papua dan Papua Nugini dalam jangka waktu yang disebutkan di atas. Jenis ikan Chrysiptera cymatilis juga ditemukan di Pantai Milne, Papua Nugini. Jenis ikan yang istimewa lainnya ialah Cirrhilabrus cenderawasih, ditemukan di wilayah kepala burung Papua. Jenis ikan ini memiliki corak warna begitu indah sehingga pejantannya memanfaatkannya untuk menarik betina ketika hendak kawin.
Sama halnya dengan satwa lain, banyak ikan di Papua dan Papua Nugini terancam oleh aktivitas perusakan habitat. Penangkapan ikan yang tak ramah lingkungan juga merupakan salah satu ancaman.
(sumber : Kompas.com)