Al-Qur'an

Selasa, 30 Agustus 2011

Ramadhan sebagai bulan untuk melatih diri

Alhamdulillah tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Ramadhan. Bulan ramadhan berlalu dengan sangat cepatnya. Tentunya kita merasa bahwa masih kita masih belum maksimal dalam memanfaatkan momen ramadhan ini. Sehingga tentu kita berharap tahun depan kita bertemu lagi dengan bulan Ramadhan.

Di bulan ramadhan kita dapat melihat semangat ummat muslim untuk beribadah semakin meningkat. Pada hari pertama ramadhan, saya dengar dari observatorium PPMI Assaalaam, lantunan ayat-ayat al quran dan ceramah-ceramah diin menggema dari seluruh penjuru. Kita melihat masjid dan musholla menjadi membludak, penuh dengan jama’ah, terutama pada saat tarawih. Biasanya setelah tarawih jama’ah tidak langsung pulang, namun membaca al quran terlebih dahulu, atau istilah umumnya adalah tadarusan.

Namun sangat disayangkan, pemandangan itu hanya terlihat pada awal ramadhan. Seiring dengan berjalannya bulan Ramadhan, jama’ah masjid semakin lama semakin berkurang. Kegiatan keislaman semakin lama semakin megendur. Terlebih ketika sudah memasuki sepuluh hari terakhir kemakmuran masjid serasa kembang kempis. Padahal mestinya sepuluh hari terakhir digunakan untuk beri’tikaf, untuk semakin giat dalam beribadah. Ada hal yang menarik juga ketika memasuki sepuluh hari terakhir, masjid tampak ramai hanya ketika malam ganjil, terutama malam dua puluh tujuh. Perkiraan saya, mereka itu ingin mendapatkan lailatul qodr dengan cara “nyegat” di malam-malam ganjil.

Nah setelah ramadhan selesai, masjid dan musholla kembali kehilangan jama’ahnya. Masjid dan -musholla menjadi sepi kembali. Kegiatan –kegiatan keislaman juga kembali sepi. Padahal di bulan ramadhan berkali-kali pada saat ceramah agar kita selalu menjaga keistiqomahan meski sudah keluar bulan Ramadhan. Namun nampaknya himbauan itu hanyalah sekedar formalitas pada saat kultum tarawih.

Mari kita menengok sejarah nabi Muhammad saw pada detik-detik pasca wafatnya Rasululloh saw. Ketika para sahabat yang waktu itu berkumpul di masjid diberi tahu bahw Rasululloh saw telah wafat, respon para sahabat berbeda-beda. Sebagian para sahabat menangis, Ali bin Abi Thalib ra terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan ra seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab ra dengan emosi berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasululloh saw telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa as pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yang paling tegar adalah Abu Bakar ra. Beliau masuk kepada Rasululloh saw, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Rasululloh saw dan berkata,”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar ra menemui manusia dan berkata,” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Setelah wafatnya Rasululloh saw, banyak kabilah yang menyatakan murtad, tidak mau membayar zakat, dan melakukan pembangkangan-pembangkangan.

Kisah detik-detik pasca wafatnya Rasululloh saw ini saya coba analogikan ke peristiwa kita saat ini, saat Ramadhan beranjak meninggalkan kita. Kita hendaknya tetap beristiqomah dalam beribadah di luar bulan Ramadhan. Ingat, kita beribadah hanya karena Alloh swt sebagai mana firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Al An’am: 162)

Alhamdulillah tak terasa kita sudah berada di penghujung bulan Ramadhan. Bulan ramadhan berlalu dengan sangat cepatnya. Tentunya kita merasa bahwa masih kita masih belum maksimal dalam memanfaatkan momen ramadhan ini. Sehingga tentu kita berharap tahun depan kita bertemu lagi dengan bulan Ramadhan.

Di bulan ramadhan kita dapat melihat semangat ummat muslim untuk beribadah semakin meningkat. Pada hari pertama ramadhan, saya dengar dari observatorium PPMI Assaalaam, lantunan ayat-ayat al quran dan ceramah-ceramah diin menggema dari seluruh penjuru. Kita melihat masjid dan musholla menjadi membludak, penuh dengan jama’ah, terutama pada saat tarawih. Biasanya setelah tarawih jama’ah tidak langsung pulang, namun membaca al quran terlebih dahulu, atau istilah umumnya adalah tadarusan.

Namun sangat disayangkan, pemandangan itu hanya terlihat pada awal ramadhan. Seiring dengan berjalannya bulan Ramadhan, jama’ah masjid semakin lama semakin berkurang. Kegiatan keislaman semakin lama semakin megendur. Terlebih ketika sudah memasuki sepuluh hari terakhir kemakmuran masjid serasa kembang kempis. Padahal mestinya sepuluh hari terakhir digunakan untuk beri’tikaf, untuk semakin giat dalam beribadah. Ada hal yang menarik juga ketika memasuki sepuluh hari terakhir, masjid tampak ramai hanya ketika malam ganjil, terutama malam dua puluh tujuh. Perkiraan saya, mereka itu ingin mendapatkan lailatul qodr dengan cara “nyegat” di malam-malam ganjil.

Nah setelah ramadhan selesai, masjid dan musholla kembali kehilangan jama’ahnya. Masjid dan -musholla menjadi sepi kembali. Kegiatan –kegiatan keislaman juga kembali sepi. Padahal di bulan ramadhan berkali-kali pada saat ceramah agar kita selalu menjaga keistiqomahan meski sudah keluar bulan Ramadhan. Namun nampaknya himbauan itu hanyalah sekedar formalitas pada saat kultum tarawih.

Mari kita menengok sejarah nabi Muhammad saw pada detik-detik pasca wafatnya Rasululloh saw. Ketika para sahabat yang waktu itu berkumpul di masjid diberi tahu bahw Rasululloh saw telah wafat, respon para sahabat berbeda-beda. Sebagian para sahabat menangis, Ali bin Abi Thalib ra terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan ra seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab ra dengan emosi berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasululloh saw telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa as pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yang paling tegar adalah Abu Bakar ra. Beliau masuk kepada Rasululloh saw, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Rasululloh saw dan berkata,”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”

Keluarlah Abu Bakar ra menemui manusia dan berkata,” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Setelah wafatnya Rasululloh saw, banyak kabilah yang menyatakan murtad, tidak mau membayar zakat, dan melakukan pembangkangan-pembangkangan.

Kisah detik-detik pasca wafatnya Rasululloh saw ini saya coba analogikan ke peristiwa kita saat ini, saat Ramadhan beranjak meninggalkan kita. Kita hendaknya tetap beristiqomah dalam beribadah di luar bulan Ramadhan. Ingat, kita beribadah hanya karena Alloh swt sebagai mana firman-Nya,

قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.(Al An’am: 162)
Sehingga, mari kita bersihkan niat kita untuk beribadah hanya karena Alloh swt, bukan karena berada di bulan Ramadhan yang ketika di luar bulan Ramadhan kita tidak serajin ketika di bulan Ramadhan. Contoh kecilnya adalah memnaca Al quran. Membaca Al Quran tidak hanya di bulan Ramadhan, namun di luar Ramadhan kita harus membaca Al Quran. Barangsiapa yang beribadah karena bulan Ramadhan, maka bulan Ramadhan telah lewat, dan barangsiapa yang beribadah karena Alloh swt, maka sesungguhnya Alloh swt kekal.

0 komentar:

Posting Komentar